Ketagihan Anunya Mertua, Namaku Novianti. Usiaku telah menginjak kepala
tiga. Sudah menikah setahun lebih dan baru mempunyai seorang bayi
laki-laki. Suamiku berusia hanya lebih tua satu tahun dariku. Kehidupan
kami dapat dikatakan sangat bahagia. Memang kami berdua kawin dalam umur
agak terlambat sudah diatas 30 tahun. Selewat 40 hari dari melahirkan,
suamiku masih takut untuk berhubungan seks. Mungkin dia masih teringat
pada waktu aku menjerit-jerit pada saat melahirkan, memang dia juga
turut masuk ke ruang persalinan mendampingi saya waktu melahirkan. Di
samping itu aku memang juga sibuk benar dengan si kecil, baik siang
maupun malam hari. Si kecil sering bangun malam-malam, nangis dan aku
harus menyusuinya sampai dia tidur kembali. Sementara suamiku semakin
sibuk saja di kantor, maklum dia bekerja di sebuah kantor Bank
Pemerintah di bagian Teknologi, jadi pulangnya sering terlambat. Keadaan
ini berlangsung dari hari ke hari, hingga suatu saat terjadi hal baru
yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri.
Ketika
itu kami mendapat kabar bahwa ayah mertuaku yang berada di Amerika
bermaksud datang ke tempat kami. Memang selama ini kedua mertuaku
tinggal di Amerika bersama dengan anak perempuan mereka yang menikah
dengan orang sana. Dia datang kali ini ke Indonesia sendiri untuk
menyelesaikan sesuatu urusan. Ibu mertua nggak bisa ikut karena katanya
kakinya sakit. Ketika sampai waktu kedatangannya, kami menjemput di
airport, suamiku langsung mencari-cari ayahnya. Suamiku langsung
berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk
sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri
kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku
memperhatikan mereka. Ayah mertuaku masih nampak muda diumurnya
menjelang akhir 50-an, meski kulihat ada beberapa helai uban di
rambutnya. Tubuhnya yang tinggi besar, dengan kulit gelap masih tegap
dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya
berolah raga sejak dulu.
Beliau berasal dari belahan Indonesia Timur
dan sebelum pensiun ayah mertua adalah seorang perwira angkatan darat.
“Hei nak Novi. Apa khabar…!”, sapa ayah mertua padaku ketika selesai
berpelukan dengan suamiku. “Ayah, apa kabar? Sehat-sehat saja kan?
Bagaimana keadaan Ibu di Amerika..?” balasku. “Oh…Ibu baik-baik saja.
Beliau nggak bisa ikut, karena kakinya agak sakit, mungkin keseleo….”
“Ayo kita ke rumah”, kata suamiku kemudian. Sejak adanya ayah di rumah,
ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana
di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayah mertuaku
orangnya memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Dengan
adanya ayah mertua, suamiku jadi lebih betah di rumah. Ngobrol bersama,
jalan-jalan bersama. Akan tetapi pada hari-hari tertentu, tetap saja
pekerjaan kantornya menyita waktunya sampai malam, sehingga dia baru
sampai kerumah di atas jam 10 malam. Hal ini biasanya pada hari-hari
Senin setiap minggu. Sampai terjadilah peristiwa ini pada hari Senin
ketiga sejak kedatangan ayah mertua dari Amerika.
Sore itu aku habis
senam seperti biasanya. Memang sejak sebulan setelah melahirkan, aku
mulai giat lagi bersenam kembali, karena memang sebelum hamil aku
termasuk salah seorang yang amat giat melakukan senam dan itu biasanya
kulakukan pada sore hari. Setelah merasa cukup kuat lagi, sekarang aku
mulai bersenam lagi, disamping untuk melemaskan tubuh, juga kuharapkan
tubuhku bisa cepat kembali ke bentuk semula yang langsing, karena memang
postur tubuhku termasuk tinggi kurus akan tetapi padat. Setelah mandi
aku langsung makan dan kemudian meneteki si kecil di kamar. Mungkin
karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk
dan setelah si kecil kenyang dan tidur, aku menidurkan si kecil di box
tempat tidurnya. Kemudian aku berbaring di tempat tidur. Saking sudah
sangat mengantuk, tanpa terasa aku langsung tertidur. Bahkan aku pun
lupa mengunci pintu kamar. Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku
begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi seperti berangsur hilang…
Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh.
Rasa nyaman sedikit demi
sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku
seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian
peka di tubuhku. Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil
melenguh perlahan. Dalam tidurku, aku bermimpi suamiku sedang
membelai-belai tubuhku dan kerena memang telah cukup lama kami tidak
berhubungan badan, sejak kandunganku berumur 8 bulan, yang berarti sudah
hampir 3 bulan lamanya, maka terasa suamiku sangat agresif menjelajahi
bagian-bagian sensitif dari sudut tubuhku. Tiba-tiba aku sadar dari
tidurku… tapi kayaknya mimpiku masih terus berlanjut. Malah belaian,
sentuhan serta remasan suamiku ke tubuhku makin terasa nyata. Kemudian
aku mengira ini perbuatan suamiku yang telah kembali dari kantor. Ketika
aku membuka mataku, terlihat cahaya terang masih memancar masuk dari
lobang angin dikamarku, yang berarti hari masih sore. Lagian ini kan
hari Senin, seharusnya dia baru pulang agak malam, jadi siapa ini yang
sedang mencumbuku… Aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar.
Hampir
saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat orang yang sedang
menggeluti tubuhku. Ternyata… dia adalah mertuaku sendiri. Melihat aku
terbangun, mertuaku sambil tersenyum, terus saja melanjutkan kegiatannya
menciumi betisku. Sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi
hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus. “Yah…!!
Stop….jangan…. Yaaahhhh…!!?” jeritku dengan suara tertahan karena takut
terdengar oleh Si Inah pembantuku. “Nov, maafkan Bapak…. Kamu jangan
marah seperti itu dong, sayang….!!” Ia malah berkata seperti itu,
bukannya malu didamprat olehku. “Ayah nggak boleh begitu, cepat keluar,
saya mohon….!!”, pintaku menghiba, karena kulihat tatapan mata mertuaku
demikian liar sambil tangannya tak berhenti menggerayang ke sekujur
tubuhku. Aku mencoba menggeliat bangun dan buru-buru menurunkan daster
untuk menutupi pahaku dan beringsut-ingsut menjauhinya dan mepet ke
ujung ranjang. Akan tetapi mertuaku makin mendesak maju menghampiriku
dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin
ketakutan.
“Nov… Kamu nggak kasihan melihat Bapak seperti ini?
Ayolah, Bapak kan sudah lama merindukan untuk bisa menikmati badan Novi
yang langsing padat ini….!!!!”, desaknya. “Jangan berbicara begitu.
Ingat Yah… aku kan menantumu…. istri Toni anakmu?”, jawabku mencoba
menyadarinya. “Jangan menyebut-nyebut si Toni saat ini, Bapak tahu Toni
belum lagi menggauli nak Novi, sejak nak Novi habis melahirkan…
Benar-benar keterlaluan tu anak….!!, lanjutnya. Rupanya entah dengan
cara bagaimana dia bisa memancing hubungan kita suami istri dari Toni.
Ooooh…. benar-benar bodoh si Toni, batinku, nggak tahu kelakuan
Bapaknya. Mertuaku sambil terus mendesakku berkata bahwa ia telah
berhubungan dengan banyak wanita lain selain ibu mertua dan dia tak
pernah mendapatkan wanita yang mempunyai tubuh yang semenarik seperti
tubuhku ini. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia hanya
mencoba merayuku dengan rayuan murahan dan menganggap aku akan merasa
tersanjung. Aku mencoba menghindar… tapi sudah tidak ada lagi ruang
gerak bagiku di sudut tempat tidur.
Ketika kutatap wajahnya, aku
melihat mimik mukanya yang nampaknya makin hitam karena telah dipenuhi
nafsu birahi. Aku mulai berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan
hasrat birahi mertuaku yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Melihat
caranya, aku sadar mertuaku akan berbuat apa pun agar maksudnya
kesampaian. Kemudian terlintas dalam pikiranku untuk mengocok
kemaluannya saja, sehingga nafsunya bisa tersalurkan tanpa harus
memperkosa aku. Akhirnya dengan hati-hati kutawarkan hal itu kepadanya.
“Yahh… biar Novi mengocok Ayah saja ya… karena Novi nggak mau ayah
menyetubuhi Novi… Gimana…?” Mertuaku diam dan tampak berpikir sejenak.
Raut mukanya kelihatan sedikit kecewa namun bercampur sedikit lega
karena aku masih mau bernegosiasi. “Baiklah..”, kata mertuaku seakan
tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang
dimintanya. Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan
keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau
sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku
lalu menarik celana pendeknya.
Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak
memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung
melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku sangat kaget dan terkesima
melihat batang kemaluan mertuaku itu…. Oooohhhh…… benar-benar panjang
dan besar. Jauh lebih besar daripada punya Toni suamiku. Mana hitam
lagi, dengan kepalanya yang mengkilap bulat besar sangat tegang berdiri
dengan gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi. Tanganku
bergerak canggung. Bagaimananpun baru kali ini aku memegang kontol orang
selain milik suamiku, mana sangat besar lagi sehingga hampir tak bisa
muat dalam tanganku. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya.
Kudengar lenguhan nikmat keluar dari mulutnya seraya menyebut namaku.
“Ooooohhh…..sssshhhh…..Noviii…eee..eeena aak. .. betulll..!!!” Aku
mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah mertuaku meringis menahan
remasan lembut tanganku pada batangnya. Aku mulai bergerak turun naik
menyusuri batangnya yang besar panjang dan teramat keras itu.
Sekali-sekali
ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang
meleleh dari liangnya. Kudengar mertuaku kembali melenguh merasakan
ngilu akibat usapanku. Aku tahu dia sudah sangat bernafsu sekali dan
mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya.
Sebentar lagi tentu akan segera selesai sudah, pikirku mulai tenang. Dua
menit, tiga… sampai lima menit berikutnya mertuaku masih bertahan meski
kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan mertuaku menggerayangi
ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat
macam-macam. “Nggak apa-apa …..biar cepet keluar..”, kata mertuaku
memberi alasan. Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena
kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati.
Mertuaku tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut
dan hati-hati mulai meremas-remas kedua payudara di balik dasterku. Aku
memang tidak mengenakan kutang kerena habis menyusui si kecil tadi. Jadi
remasan tangan mertua langsung terasa karena kain daster itu sangat
tipis.
Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan juga atas
remasan ini. Apalagi tanganku masih menggenggam batangnya dengan erat,
setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku
sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan
diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai dia tidak akan berbuat
lebih jauh lagi padaku. “Novi sayang.., buka ya? Sedikit aja..”, pinta
mertuaku kemudian. “Jangan Yah. Tadi kan sudah janji nggak akan
macam-macam..”, ujarku mengingatkan. “Sedikit aja. Ya?” desaknya lagi
seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku
terbuka. Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga
ke pinggang sudah telanjang. Nafas mertuaku semakin memburu kencang
melihatku setengah telanjang. “Oh.., Novii kamu benar-benar cantik
sekali….!!!”, pujinya sambil memilin-milin dengan hati-hati puting
susuku, yang mulai basah dengan air susu. Aku terperangah. Situasi sudah
mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan. Aku harus bertindak
cepat.
Tanpa pikir panjang, langsung kumasukkan batang kemaluan
mertuaku ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia
cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak
mempedulikan perbuatan mertuaku pada tubuhku. Aku biarkan tangannya
dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan
tangannya mulai mengelus-elus bagian kemaluanku pun aku tak berusaha
mencegahnya. Aku lebih berkonsentrasi untuk segera menyelesaikan semua
ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin
mengganas sampai-sampai mertuaku terengah-engah merasakan kelihaian
permainan mulutku. Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan
kemampuanku untuk membuatnya segera selesai. Keyakinanku ini ternyata
berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat
tanda-tanda apapun dari mertuaku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa
tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah
kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi
kenapa dengan mertuaku ini? Apa ia memakai obat kuat?
Saking
penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan mertuaku padaku.
Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru
sadar ketika mertuaku berusaha menarik celana dalamku dan itu pun
terlambat! Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari
ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan
semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya
tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku.
Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati
penuh penyesalan. Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku
kecolongan. Mertuaku dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah
membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku
berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah
berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan
lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa
sadar aku menjerit lirih. Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan
kenikmatan cumbuan mertuaku di sekitar itu.
Akh luar biasa! Aku
menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku
sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti
perintah pikiran sehatku. Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan
lidah mertuaku. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin
membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai
membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku
sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku
bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang
membusung penuh dan kenyal. Maklum, masih menyusui. Sementara kontol itu
bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya.
Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama
lima belas menit. Aku semakin yakin kalau mertuaku memakai obat kuat. Ia
sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku
sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat
kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut mertuaku benar-benar membuatku
tak berdaya.
Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar.
Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak
kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir
begitu cepat. “Oooohhhhh…….aaaa….aaaaa……aaauugghhh hhhh hh..!!!!!” aku
menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku. Kurasakan
cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar
seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai
lemas sementara batang kontol mertuaku masih berada dalam genggamanku
dan masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja.
Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku
sudah tidak mempunyai cukup tenaga lagi untuk mempertahankan
kehormatanku, aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat mertuaku mulai
menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa
cantiknya aku sekarang ini. “Noviii…..kau sungguh cantik. Tubuhmu indah
dan langsing tapi padat berisi.., mmpphh..!!!”, katanya sambil menciumi
bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya.
Aku seakan
terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku
diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan
hati-hati. Hatiku entah mengapa semakin melambung tinggi mendengar semua
kekagumannya terhadap tubuhku. Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah
dan berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di
dada. Permukaan agak menggembung, pinggul yang membulat padat berisi
menyambung dengan buah pantatku yang `bahenol’. Diwajah mertuaku kulihat
memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya
menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang baru
numbuh bulu-bulu hitam pendek, dengan warna kultiku yang putih mulus.
Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa
sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat. Mertuaku menempatkan
diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan kepala
kontolnya yang besar ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek,
mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun.
Aku merasa ngilu
bercampur geli dan nikmat. Cairan yang masih tersisa di sekitar itu
membuat gesekannya semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah
merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat
moncong kontolnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang.
Mertuaku menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah
memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya. Ia tahu persis apa
yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita
oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk
segera menikmati batang kontolnya dalam memekku. Aku ingin segera
membuatnya `KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan
keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat
mencapai puncak kenikmatan. “Yah..?” panggilku menghiba. “Apa sayang…”,
jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa. “Cepetan..yaaahhhhh…….!!!”
“Sabar sayang. Kamu ingin Bapak berbuat apa…….?” tanyanya pura-pura tak
mengerti.
Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara
terbuka apa keinginanku saat itu. Namun mertuaku sepertinya ingin
mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan
hanya menggesek-gesekan kontolnya. Sementara aku benar-benar sudah tak
tahan lagi mengekang birahiku. “Novii….iiii… iiiingiiinnnn
aaa…aaayahhhh….se….se.. seeegeeeraaaa ma… masukin..!!!”, kataku
terbata-bata dengan terpaksa. Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini.
Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini
malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!? “Apanya yang
dimasukin…….!!”, tanyanya lagi seperti mengejek.
“Aaaaaaggggkkkkkhhhhh…..ya…yaaaahhhh. Ja…..ja….Jaaangan siksa
Noviiii..!!!” “Bapak tidak bermaksud menyiksa kamu sayang……!!”
“Oooooohhhhhh.., Yaaaahhhh… Noviii ingin dimasukin kontol ayah ke dalam
memek Novi…… uugghhhh..!!!” Aku kali ini sudah tak malu-malu lagi
mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang
birahi yang menggebu-gebu.
Aku merasa seperti wanita jalang yang haus
seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku
sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera.
“Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya”, kata mertuaku dengan penuh
kemenangan telah berhasil menaklukan diriku. “Uugghh..”, aku melenguh
merasakan desakan batang kontolnya yang besar itu. Aku menunggu cukup
lama gerakan kontol mertuaku memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai.
Selain besar, kontol mertuaku sangat panjang juga. Aku sampai menahan
nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati.
Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam.
Mertuaku mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan
tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam
liang memekku membuat kontol mertuaku keluar masuk dengan lancarnya. Aku
mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun
mengikuti irama tusukannya. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat
cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang
penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung
kewanitaanku. Dia tahu persis apa yang kuinginkan.
Ia bisa
mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di
awang-awang merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang mertuaku
menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang
tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding
vaginaku. “Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..!!!”, aku merintih, melenguh dan
mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Kembali aku mengakui
keperkasaan dan kelihaian mertuaku di atas ranjang. Ia begitu hebat,
jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Toni
suamiku tidak ada apa-apanya dibandingkan ayahnya yang bejat ini. Yang
pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski
kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan
permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan
takkan menyesali kenikmatan yang kualami. Mertuaku bergerak semakin
cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku
meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan
seperti gelombang mendobrak pertahananku.
Sementara mertuaku dengan
gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan.
Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang
semakin mendekati puncaknya. Melihat reaksiku, mertuaku mempercepat
gerakannya. Batang kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk
dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan
terkoyak akibatnya. Kulihat tubuh mertuaku sudah basah bermandikan
keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat
terkena sinar lampu kamar. Aku mencoba meraih tubuh mertuaku untuk
mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan
erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat.
Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur
tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat
tinggi-tinggi sementara kedua tanganku menggapai buah pantatnya dan
menarik kuat-kuat. Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang
dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong.
Tubuhku
mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua
kalinya saat itu. “Yaaaah.., ooooohhhhhhh..,
Yaaaahhhhh..eeee…eeennnaaaakkkkkkkk…!!!” Hanya itu yang bisa keluar dari
mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya. “Sayang
nikmatilah semua ini. Bapak ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang
sesungguhnya belum pernah kamu alami….”, bisik ayah dengan mesranya.
“Bapak sayang padamu, Bapak cinta padamu…. Bapak ingin melampiaskan
kerinduan yang menyesak selama ini..”, lanjutnya tak henti-henti
membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis. Aku
mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari
lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa kenikmatan ini kualami
bersama mertuaku sendiri, bukan dari anaknya yang menjadi suamiku…????.
Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Mertuaku terkejut melihat
ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis. “Novi sayang, kenapa
menangis?” bisiknya buru-buru.
“Maafkan Bapak kalau telah membuatmu
menderita..”, lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan
penuh kasih sayang. Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan
hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak
bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya. “Bapak
tidak salah. Novi yang salah..”, kataku kemudian. “Tidak sayang. Bapak
yang salah…”, katanya besikeras. “Kita, Yah. Kita sama-sama salah”,
kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi.
“Terima kasih sayang”, kata mertuaku seraya menciumi wajah dan bibirku.
Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku.
Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini mertuaku belum juga
mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar.
Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan
seperti apa yang telah ia berikan kepadaku. Aku tak sadar kenapa diriku
jadi begitu antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati.
Biarlah
terjadi seperti ini, toh mertuaku tidak akan selamanya berada di sini.
Ia harus pulang ke Amerika. Aku berjanji pada diriku sendiri, ini
merupakan yang terakhir kalinya. Timbulnya pikiran ini membuatku semakin
bergairah. Apalagi sejak tadi mertuaku terus-terusan menggerakan
kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong
tubuh mertuaku hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi
wajah, bibir dan sekujur tubuhnya. Kembali kuselomoti batang kontolnya
yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat,
mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya. Kulirik
kewajah mertuaku kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia
akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki
bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan
tubuh mertuaku. Selangkanganku berada persis di atas batangnya. “Akh
sayang!” pekik mertuaku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki
liang memekku. Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh
batangnya.
Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda.
Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi. Aku tak
ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung
belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak
turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku
persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah,
bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan
semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayah mertuaku
sendiri! “Ooohh… oohhhh… oooouugghh.. Noviiiii.., luar biasa…..!!!”
jerit mertuaku merasakan hebatnya permainanku. Pinggulku mengaduk-aduk
lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan mertuaku mencengkeram kedua
buah dadaku, diremas dan dipilin-pilin, sehingga air susuku keluar jatuh
membasahi dadanya. Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan
ke atas dadaku. Menjilat-jilat seluruh permukaan dadaku yang berlumuran
air susuku dan akhirnya menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat
sambil meremas-remas menyedot air susuku sebanyak-banyaknya.
Kami
berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan
dinginnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah
peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat
mengaduk-aduk pinggulku. Mertuaku menggoyangkan pantatnya. Kurasakan
tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak
kalah cepatnya. Permain kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjangku
sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar
berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak
terkendali. Kurasakan mertuaku mulai memperlihatkan tanda-tanda. Aku
semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan
pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini. Tak selang
beberapa detik kemudian, aku pun merasakan desakan yang sama. Aku tak
ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin
kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak
perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang!
Upayaku ternyata tidak percuma.
Kurasakan tubuh mertuaku mulai
mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau
terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yang sedang birahi.
“Eerrgghh.. ooooo….ooooooo…..oooooouugghhhhhh..!!!!” mertuaku berteriak
panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Tubuhku terbawa goncangannya.
Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya.
Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung
vaginaku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun
rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan
pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak
kenikmatan berbarengan dengan ayah mertuaku. Tubuh kami bergulingan di
atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami
terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan
permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami
tidak sampai terkilir atau terluka. “Oooooogggghhhhhhh..
yaahh..,nik….nikkkk nikmaatthh…. yaaahhhh..!!!!” jeritku tak
tertahankan.
Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku
lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang
ternyata memakan waktu lebih dari 2 jam! Gila! Jeritku dalam hati. Belum
pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya. Aku hanya bisa
memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik.
Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, kayaknya si
Inah…. Karena mendengar suara ribut-ribut dari kamar, rupanya ia datang
untuk mengintip…. tapi aku sudah terlalu lelah untuk memperhatikannya
dan akhirnya tertidur dalam pelukan mertuaku, melupakan semua
konsekuensi dari peristiwa di sore ini di kemudian hari…..
Artikel Terkait: